Minggu, 06 Mei 2012

Sejarah Desa Ujungsemi Kab. Crebon

Sejarah/Asal usul desa ujungsemi kab.cirebon

·         Asal Usul Ki dan Nyi Patih Semi Dan desa ujung semi
Ujungsemi adalah sebuah nama Desa yang diambil dari nama orang yang bebabak atau membangun desa. Orang yang membangun  Desa Ujungsemi adalah Nyi Mas Ratu Tunjung Semirah ( Nama yang diberikan oleh Mbah Kuwu Cirebon ) yang nama aslinya Nyi  Zainatul Khafsah, beliau adalah istri dari seorang Patih Kerajaan Islam Cirebon yang kemudian memakai nama belakang istrinya yaitu Ki Patih Semi. Nama asli Patih kerajaan Islam Cirebon itu sendiri adalah Syarif Thoyib / Syekh Jamalullah / Syekh Abdus Salam. Ki Patih Semi dan Nyi Patih Semi adalah pasangan suami istri yang berasal dari Bani Israil.
Konon ceritanya  setelah Syarif Hidayatullah Putra Nyi Mas Rara Santang yang berganti nama Syarifah Mudaim hasil perkawinanya dengan mendiang Sultan Hut dari Bani Israil. Atas izin Ibundanya, Syarif Hidayatullah pergi ke Pulau Jawa untuk membantu Uwaknya Ki Somadullah / Pangeran Walang Sungsang / Mbah Kuwu Cirebon untuk menyiarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Setelah kepergian Syarif Hidayatullah, Nyi Syarifah Mudaim merasa tidak tega dan khawatir, kemudian sang ibu memerintahkan sanak keluarganya untuk mencari jejak Syarif Hidayatullah, diantara sanak keluarga tersebut ikut serta Ki Patih Semi dan istrinya.
Keberangkatan Keluarga dari Bani Israil dengan menaiki perahu melalui lautan, akan tetapi Ki  Patih Semi melalui dirgantara dengan menaiki sorban sedangkan Nyi Patih Semi melalui lautan dengan menaiki kerudungnya sebagai perahu.
Ketika Syekh Jamalullah ( Ki Patih Semi ) dengan istrinya sampai di tanah jawa, Syarif Hidayatullah telah diangkat dan dinobatkan menjadi Sultan di Kerajaan Islam Cirebon dengan gelar Sunan Gunung Jati.
Sunan Gunung Jati merasa senang atas kehadiran sepasang suami istri yang telah dikenalya di tanah Bani Israil sebagai satria yang sakti mandraguna.
·         Ki Patih Semi Mendapat Tugas Membantu Kerajaan Demak.
Pada suatu hari setelah Syekh Jamalullah beserta istri menetap di Keraton Cirebon, di Keraton Cirebon kedatangan utusan dari kerajaan Demak yang maksudnya meminta bantuan kepada Sunan Gunung Jati sehubungan kerajaan Demak sedang dilanda kekacauan. Pengacau di Kerajaan Demak mengaku bernama Sunda Lelanang yang datangnya dari hamparan gunung Pajajaran. Sunda Lelanang menginginkan Putri Sultan Demak yang bernama Nyi Ratu Mas Nyawa,tetapi Putri Sultan Demak menolaknya sehingga Sunda Lelanang membuat keributan dan kekacauan di daerah Kesultanan Demak. Para Ksatria Demak sendiri belum bisa membekuknya, sehingga meminta bantuan kepada Sultan Cirebon.
Syekh Jamalullah dan beberapa Gegeden Cirebon yang mendapat perintah dari Sultan Cirebon untuk menangkap Pengacau Sunda Lelanang segera pergi ke Demak dan di terima baik oleh Sultan Demak.
Selanjutnya Syekh Jamalullah berperang tanding melawan Sunda Lelanang, mereka adu kesaktian di darat, di laut dan di udara. Dalam adu tanding tersebut keduanya sangat sakti dan tidak terkalahkan.
Tetapi akhirnya perang tanding yang memakan waktu lama dan masing-masing mengeluarkan ilmu kedigjayaan dan kesaktian, Sunda Lelanang dapat di lumpuhkan oleh Syekh Jamalullah dan diseret ke Keraton Demak.
·         Ki Patih Semi Ikut Menyerang Portugis di Sunda Kelapa.
Pada Tahun 1521 Masehi, saat itu Kerajaan Islam Demak sedang dirongrong oleh penjajah Portugis yang berkedudukan di Malaka, Portugis telah mengadakan persahabatan dengan Kerajaan Hindu Blambangan yang berada di sebelah timur Kerajaan Islam Demak, Portugis juga mengadakan persahabatan dengan kerajaan Hindu Pajajaran disebelah Barat Kerajaan Islam Demak dan Cirebon.
Portugis akan membuat benteng di wilayah timur yang berpusat di Pasuruan  atas izin Raja Hindu Blambangan, dan akan membuat benteng di wilayah barat yang berkedudukan di Sunda Kelapa atas izin dari Raja Hindu Pajajaran. Rencana Portugis setelah berdirinya kedua benteng pertahanan tersebut akan mengadakan penyerangan kewilayah Kesultanan Demak dari arah timur dan kesultanan Cirebon dari arah barat.
Mendengar rencana Portugis yang sudah matang itu, Sultan Trenggono dari Kesultanan Demak tidak tinggal diam, beliau menyiapkan pasukan besar yang akan dikirim kedua arah tersebut. Pengiriman Pasukan ke arah timur (Pasuruan) akan dipimpin oleh Sultan Trenggono sendiri, sedangkan pengiriman pasukan ke arah barat (Sunda Kelapa) akan dipimpin oleh Panglima Muda yang sangat alim yaitu Fadhillah Khan yang diberi nama Fatahillah. Beliau adalah menantu adik ipar Sultan Trenggono keturunan asal Negeri Aceh yang masih ada hubungan keluarga dengan Syarif Hidayatullah Sultan Cirebon dari jalur nenek yaitu Nyai Subang Keranjang, Ibu dari Pangeran Walang Sungsang dan Nyi Mas Rarasantang (Syarifah Mudaim).
Pada tahun 1523 Masehi, Pasukan Perang yang dipimpin oleh Panglima Fatahillah berangkat meninggalkan Istana Demak menuju Sunda Kelapa, kepergiannya dilepas oleh Sultan Trenggono dan doa seluruh rakyat Demak dengan harapan agar Fatahillah dalam tugasnya yang sangat berat itu dapat selamat dengan hasil kemenangan yang gilang gemilang.
Panglima Fatahillah berangkat ke arah barat melalui laut Jawa. Setelah sampai di pantai Cirebon, Pasukan Fatahillah singgah di Keraton Cirebon menemui Sultan Cirebon Syarif Hidayatullah untuk menyampaikan maksud dan tujuan serta tugas yang dibebankan oleh Sultan Trenggono terhadap dirinya Tugas pertama yaitu menyergap dan menyerang Pasukan Portugis yang akan mendarat di Pelabuhan sunda Kelapa dan tugas kedua untuk mengislamkan kerajaan Pajajaran yaitu kerajaan kakek Sultan Cirebon (Keluarga Prabu Siliwangi).
Mendengar tugas yang sangat berat dan mulia yang diberikan Sultan Demak kepada Fatahillah/Fadhillah Khan yang masih ada hubungan darah dengan Sunan Cirebon, Sunan Cirebon merasa bangga dan terharu kemudian beliau berdoa memohon kepada Allah yang Maha kuasa agar saudaranya dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya selamat dan mencapai hasil yang memuaskan, Sunan Cirebon juga memberikan  nasihat dan wejangan agar selalu waspada dan berhati-hati dan agar meminta bantuan kepada rakyat pribumi di Sunda Kelapa dan Banten.
Setelah Fatahillah beserta pasukannya menerima nasehat dan bekal-bekal yang penuh dari Kanjeng Sunan Cirebon, Fatahillah beserta pasukannya melanjutkan perjalanan dan tidak ketinggalan ikut pula pasukan sukarelawan dari Cirebon yang telah mendapat izin dan restu dari Kanjeng Sunan Cirebon. Pasukan Sukarelawan dari Cirebon dipimpin oleh Pangeran Cirebon dan di antaranya turut serta Syekh Jamalullah.
Kemudian mereka berangkat ke Sunda Kelapa menuju benteng Portugis, pada saat itu Sunda Kelapa masih merupakan pelabuhan kecil yang biasa disinggahi oleh perahu-perahu penangkap ikan dan sebagai penghubung antar pulau.
·         Ki Patih Semi adalah Komandan Pasukan Penyerang Garis Depan
            Kedatangan Pasukan Fatahillah di Sunda Kelapa tepat pada saat yang menguntungkan, karena setelah beberapa hari pasukan Fatahillah berada di Sunda Kelapa hujan turun sangat lebat dan tidak ada henti-hentinya siang dan malam, angin taupan dan gelombang di lautan mengebu-gebu sehingga merugikan armada Portugis yang sudah merencanakan bahwa mereka akan lebih dulu mendarat di Sunda Kelapa daripada pasukan Fatahillah, kini armada Portugis berhenti ditengah lautan.
Suasana yang tepat itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh Fatahillah yang telah lebih dulu mendarat untuk menyusun kekuatan mengadakan hubungan baik dengan penduduk pribumi Sunda Kelapa dan Rakyat Banten, dan juga siap mengadakan latihan-latihan serta mengatur siasat penyerangan dan lain sebagainya.
Dalam pengaturan Strategi penyerangan prajurit dibagi beberapa kelompok untuk pengaturan komando yang tepat pada sasaran, setiap kelompok pasukan dipimpin oleh seorang komandan yang gagah berani, berwibawa dan bertanggung jawab terhadap pasukannya, diantara sekian banyak komandan pasukan, Ki Patih Semi (Syekh Jamalullah) ditugaskan sebagai  komandan pasukan yang bertugas menyerang pada garis depan.
Setelah beberapa minggu berselang, hujan mulai reda, gelombang dan taupan mulai berkurang, armada-armada Portugis mulai melaju menuju pantai selat Sunda Kelapa. Tapi karena pada siang hari air laut surut, sehingga kapal-kapal Portugis tidak dapat masuk ke Bandar pelabuhan dan pasukan portugis menunggu sampai air laut pasang pada malam hari.
Kesempatan yang baik bagi pasukan Fatahillah yang sudah faham tentang situasi medan pertempuran di Pelabuhan Sunda Kelapa ini. Setelah matahari terbenam di ufuk barat, pasukan Syekh Jamalullah yang bertugas menyerang di garis depan mulai siap meluncur ketengah lautan dengan memakai perahu-perahu penangkap ikan, mereka menyamar sebagai nelayan.
Kemudian Ki Patih Semi (Syekh Jamalullah) mendatangi kapal-kapal Portugis, dengan alasan meminta pertolongan mereka berpura-pura sebagai nelayan yang tersesat. Setelah Pasukan Ki Patih Semi naik ke kapal Portugis, Ki Patih Semi mengatur siasat dengan sandi-sandi tertentu dan mereka baru boleh bergerak setelah ada komando dari Panglima Fatahillah yang berada di darat.
Setelah diperkirakan oleh Fatahillah bahwa pasukan Ki Patih Semi telah masuk ke dalam kapal portugis dalam keadaan aman, karena tidak ada tanda-tanda negatif, maka Panglima Perang Fatahillah memerintahkan beberapa pasukan supaya turun ke laut dengan memakai perahu-perahu untuk mengadakan pancingan-pancingan, disamping itu di setiap tepi pantai dijaga oleh pasukan Fatahillah yang dibantu oleh penduduk pribumi.
·         Ki Patih Semi Membakar Kapal Portugis
Malam telah larut, air laut mulai pasang dan suasana terasa sepi seolah-olah tidak akan terjadi sesuatu, semilir angin laut membuat mereka terlena di tempat tidur masing-masing. Di laut hanyalah terdengar suara deru mesin kapal, seorang komandan pasukan Portugis memberikan aba-aba peringatan pada anak buahnya bahwa mereka sebentar lagi akan mendarat, setelah memberikan aba-aba komandan Portugis itu diajak berbincang-bincang oleh Ki Patih Semi.
Komandan Portugis merasa senang dengan obrolan yang disampaikan oleh Ki Patih Semi dengan diselingi obrolan yang berisi humor-humor yang membuat Komandan Portugis itu tertawa terpingkal-pingkal, diantara isi obrolannya ialah tentang keindahan tanah jawa, penghasilan rempah-rempah yang berlimpah ruah dengan penduduknya yang ramah-ramah juga tidak ketinggalan menceritakan tentang mojang-mojang (gadis-gadisnya) yang manis-manis dengan budi bahasa yang sopan serta menggiurkan.
Dalam suasana yang demikian diluar kapal portugis, anak buah Fatahillah telah mengadakan pancingan-pancingan, dan selanjutnya disusul adanya komando dari panglima perang Fatahilah yang berada di daratan, terus disambut oleh anak buah Ki Patih Semi yang ada di kapal portugis dengan menyerukan / meneriakkan “Awas, awas ada bajak laut yang akan merampok kita”. Mereka sambil meneriakan itu langsung merangkul setiap serdadu portugis dan membunuhnya. Saat itulah di dalam kapal mulai gaduh dan dalam kesempatan yang baik bagi Ki Patih Semi yang melihat komandan Portugis sedang tertawa terbahak-bahak, dengan keris pusakanya digoreskan kebagian tubuh Komandan Portugis dan matilah tergeletak.
Pada saat itu suasana dilaut yang tadinya tenang mendadak menjadi ribut, suara Takbir terdengar dari semua pasukan Fatahillah membawa semangat yang berkobar-kobar, jeritan suara korban di sana sini tidak dihiraukan, masing-masing ingin menyelamatkan jiwanya. Suasana tambah kacau setelah Ki Patih Semi membakar kapal Portugis itu yang sebelumnya memberi komando kepada anak buahnya agar segera turun dari kapal Portugis dan pindah naik ke dalam perahu-perahu yang telah disiapkan sebelumnya.
Di tengah lautan sunda kelapa pada malam itu suasana yang tadinya sepi mendadak menjadi terang benderang akibat sinar api yang menjulang ke angkasa berasal dari arah kapal Portugis yang dibakar oleh Ki Patih Semi. Pasukan Portugis yang masih hidup berusaha menyelamatkan diri dari kepungan api itu, mereka terjun ke laut dengan menggunakan alat renangnya, akan tetapi pasukan Fatahillah siap mengejar dan membunuhnya dengan senjata yang ada ditangannya.
Dalam peperangan antara pasukan Fatahillah dengan pasukan Portugis di sunda kelapa tersebut kemenangan yang memuaskan berada dipihak pasukan Fatahillah. Sebagian besar pasukan Fatahillah dapat merampas senjata-senjata dari tangan serdadu portugis. Kemenangan pasukan Fatahillah di Sunda Kelapa terjadi pada tahun 1527 M.


Dan atas kemenangan Panglima perang Fatahillah tersebut, oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati Sultan Cirebon Syarif Hidayatullah daerah tersebut dinamakan “JAYA KARTA” yang artinya “KOTA KEMENANGAN”, dan tepatnya dengan nama Panglimanya ialah “FATAHILLAH” yang artinya “KEMENANGAN ALLAH”.
·         Ki Patih Semi Diangkat Menjadi Patih
Setelah Sunda Kelapa dapat ditaklukan oleh Fatahillah yang daerah tersebut telah diganti nama menjadi Jayakarta, yang kemudian mendirikan kerajaan Islam yang berpusat di Banten, dan karena putra Syarif Hidayatullah yaitu Pangeran Sabakiking telah pantas dan cakap untuk menjadi pimpinan kerajaan, maka kerajaan Banten oleh Kanjeng Sultan Cirebon pimpinan kerajaan diserahkan kepada Sabakiking yang kemudian bergelar dengan sebutan Sultan Hasauddin.
Setelah Kerajaan Islam Banten Diserahkan kepada Sabakiking  sedangkan Syarif Hidayatullah tetap membina Kesultanan Cirebon, yang kemudian Syekh Jamalullah karena kecakapannya dan menurut berita Syekh Jamalullah di negri asalnya sudah menjabat sebagai patih pada Kerajaan   Islam adik Syarief Hidayatullah di Mesir ialah Syarief Nurullah. Oleh karena itu Syekh Jamalullah diangkat menjadi patih di kesultanan Cirebon, yang kemudian orang menyebutnya Patih Semi, ia memakai nama istrinya Nyai Semi (Nyai Mas Ratu Tunjung Semirah). Pengangkatan jabatannya terjadi pada tahun 1532 M.
·         Nyi Patih Semi Membuka Hutan
Setelah Kanjeng Sunan Gunung Jati Sultan Cirebon mempunyai daerah yang luas berupa hutan belantara, beliau memeritahkan kepada Ki Gede untuk dapat membuka tanah hutan yang penuh dengan pohon-pohon besar yang masih dihuni oleh margasatwa, binatang-binatang buas, para dedemit, siluman serta rawa-rawa yang luas dan menyeramkan. Rasanya pekerjaan itu sangat berat untuk dilaksanakan, akan tetapi pekerjaan sangat mulia dan perintah agama juga.
Para Ki Gede setelah mendapat perintah dari Kanjeng Sultan Cirebon kemudian mereka berangkat. Ada yang menuju ke timur, selatan, utara adapula yang ke barat.
Ki Patih Semi yang saat itu menjabat sebagai Patih menyaksikan para Ki Gede yang akan membuka hutan untuk perkampungan yang dikemudian hari akan diwariskan kepada anak cucu serta keturunannya, Ki Patih Semi merasa sedih karena kesibukannya, beliau tidak bisa melakukan hal yang sama seperti Ki Gede yang lain.
Untuk menghibur suaminya Nyi Patih Semi mengusulkan kepada suaminya dengan mengatakan : “Hai Kanda Patih, bagaimana kalau pekerjaan membuka hutan itu saya saja yang mengerjakannya ?, bagaimana nanti keturunan kita, anak cucu kita, mereka tidak akan mempunyai tanah pusaka karena sekarang kita tidak berbuat apa-apa. “
Pada mulanya Ki Patih Semi tidak mengizinkan istrinya untuk melakukan pekerjaan itu, tetapi Nyi Patih Semi selalu saja memohon dan mendesak dengan berbagai alasan yang kuat. Akhirnya Ki Patih Semi mengizinkannya.
Nyi Patih Semi berangkat meninggalkan kesultanan Cirebon dengan tekad yang bulat. Beliau berjalan kaki seorang diri memasuki hutan belantara dengan berbagai cobaan dan rintangan. Beliau menuju ke barat laut lalu berbelok ke arah utara.
Setelah Nyi Patih Semi sampai di ujung utara, Nyi Patih Semi berhenti di suatu tempat dan merenung. Beliau berkata dalam hati : ‘apa yang akan kulakukan dengan hutan belantara ini, sedang aku hanya seorang wanita yang bertenaga lemah.” . Ketika sedang merenung beliau mendengar suara tanpa rupa, “Hai Nyi Patih Semi ! janganlah kamu bermenung diri, kerjakan dengan niat yang sungguh-sungguh apa yang kau cita-citakan sesuai dangan kemampuanmu, ambillah batu yang ada disampingmu sampai mengeluarkan api kemudian bakarlah daun-daun yang kering. Nanti api akan menjalar kemana-mana, dikemudian hari tanah bekas bakaran api itu adalah tanah milikmu”.
Setelah tersadar dari lamunannya itu Nyi Patih Semi langsung mengerjakan apa yang dikatakan hatif itu, dalam sekejap hutan itu terbakar habis. Melihat perbuatan Nyi Patih Semi yang demikian para Ki Gede yang sedang menebangi pohon-pohon besar itu merasa keheranan dan bertanya kepada beliau “Mengapa Nyi Patih Semi berbuat demikian ?” kemudian Nyi Patih Semi menjawab “Hai para Ki Gede, ketahuilah bahwa tanah yang ada bekas apinya adalah tanah milik bagianku”.
Setelah api padam Nyi Patih Semi memberi batas-batas, sebelah barat berbatasan dengan Wanakajir daerah Jatianom, sebelah timur berbatasan dengan Gegesik, sebelah selatan berbatasan dengan Prajawinangun dan Karangsambung, dan sebelah utara berbatasan dengan desa Guwa.
·         Ki Patih Semi menengok Nyi Patih Semi
Pada suatu malam Ki Patih Semi merasa hatinya tak tenang, beliau memikirkan Nyi Patih Semi. Paginya Ki Patih Semi menghadap Kanjeng Sultan untuk minta izin mencari istrinya Nyi Patih Semi. Setelah mendapat izin dari Kanjeng Sultan beliau langsung berangkat meninggalkan Kesultanan Cirebon dan mencari istrinya. Ketika sampai di daerah ujung kesultanan beliau keheranan karena melihat bekas jalannya api. Beliau berpikir, “ siapa dan mengapa ia berbuat demikian?”. Tiba-tiba Nyi Patih Semi berbisik dan langsung merangkul Ki Patih Semi, “Wahai Kanda patih janganlah engkau marah atas perbuatanku ini, sayalah yang membakar hutan dan menghanguskan pohon-pohon besar itu menjadi abu. Ketahuilah suamiku apa yang telah saya perbuat adalah semata-mata atas petunjuk Allah.” Kemudian Ki Patih Semi menjawab sambil tersenyum, “ Alhamdulillah, betapa mulia dan bijaksanaya perbuatanmu ini dinda, semoga Allah memberikan berkah-Nya  amiin.”
·         Ki Patih Semi Memberi Nama Ujungsemi
Setelah melepas kangen mereka teringat bahwa mereka belum bersyukur atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa, kemudian melakukan sujud syukur. Setelah melakukan sujud syukur bersama-sama mereka menuju gubug yang terbuat dari daun alang-alang sebagai tempat bernaung, sesampainya ditempat yang dituju keduanya terlena dengan pikiran masing-masing. Lalu Ki Patih Semi berkata, “Betapa gembira dan senangnya anak cucu kita yang menempati tanah seluas ini”. Tibi-tiba    Nyi Patih bertanya kepada suaminya, “Kanda Patih, apakah nama tanah ini?, supaya dikemudian hari dikenal orang”. Ki Patih menjawab : “ Hai Dinda mari kita melakukan Sholat Istikhoroh dulu agar mendapat petunjuk dari Allah. Lalu mereka berdua melakukan sholat istikhoroh tak lama kemudian mereka mendapat firasat yang sama bahwa dihadapannya terlihat sebuah pohon yang ujungnya selalu bersemi menjulang ke angkasa, setelah itu mereka berdua teringat bahwa tanah itu terletak di ujung Kesultanan Cirebon  dan yang membuka tanah itu adalah Nyi Patih Semi.
Atas persetujuan bersama, Ki  Patih  Semi memberi nama tanah itu
“ Ujungsemi “  yang mengandung dua arti :
1)   Ujung : Tanah tersebut terletak di ujung Kesultanan
Semi    : Nama orang yang membuka tanah tersebut yaitu Nyi  Patih Semi
2)  Ujung   : Pucuk (Bhs. Jawa)
Semi     : Tumbuh
Jadi artinya pucuk yang selalu bersemi / ujung yang selalu tumbuh.
Siapakah yang akan menempati tanah itu, sedangkan mereka tidak mempunyai anak ? mereka sangat sedih akan hal itu. Suatu ketika kesedihan itu lenyap ketika Ki Patih Semi teringat akan keponakan yang juga bermukim di Kesultanan. Mereka adalah sepasang suami istri muda yang bernama Ki Sokaya dan Nyi Sokaya, konon katanya mereka berasal dari Bani Israil. Suatu hari atas izin Kanjeng Sultan Ki Patih Semi memboyong Ki Sokaya dan Nyi Sokaya ke Ujungsemi.
·          Ki Sokaya adalah penerus cita-cita Ki Patih  Semi
Ki Sokaya dan Nyi Sokaya adalah sepasang suami istri yang taat beribadah dan selalu menjalankan perintah agama. Ki Sokaya adalah seorang pahlawan dan prajurit Kesultanan Cirebon yang gagah berani dalam medan perang, ia pantang menyerah dan selalu mendapat pujian dari kawan dan komandannya.
Ki Sokaya dan Nyi Sokaya kini telah berada di perkampungan yang jauh dari keramaian, mereka tinggal di gubug yang atap dan dindingnya terbuat dari alang-alang, gubug itu sendiri tak ada tetangga, tak ada anak-anak bermain ataupun tangisan bayi. Yang ada hanya suara yang menyeramkan, suara margasatwa di angkasa dan suara binatang buas. Mereka hanya tinggal berdua walaupun sewaktu-waktu berempat jika Ki Patih Semi sedang tidak bertugas.
Walaupun demikian Ki Sokaya dan Nyi Sokaya tidak pernah mengeluh, mereka selalu bergembira dan tawakal kepada Allah. Mereka mempunyai cita-cita yang luhur dan mulia seperti yang dicita-citakan Ki Patih dan Nyi Patih  Semi yaitu membangun perkampungan dan meramaikannya dengan penduduk yang taat dan takwa kepada Allah swt. Setiap saat mereka berdua selalu berdo’a agar dikaruniai putra dan putri yang sholeh dan sholehah. Akhirnya mereka dikaruniai empat orang anak yang diberinama : Ki Kam, Nyi Suwiyem, Nyi Suropati dan Ki Malem yang dikenal dengan julukan Ki Kantok dan Ki Jaka Dolog.
Setelah beberapa tahun kemudian datanglah Ki Kares dan Nyi Kares. Sehingga dari kedua keturunan tersebut yaitu Ki Sokaya dan Ki Kares kemudian beranak cucu sampai saat ini yang berjumlah lebih dari 5000 jiwa.

Jumat, 20 April 2012

Sejarah R.A Kartini




Berikut adalah sekilas sejarah tentang R.A Kartini :
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Sosroningrat, bupati Jepara. Beliau putri R.M. Sosroningrat dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Kala itu poligami adalah suatu hal yang biasa. Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya, R.M.A.A Sosroningrat, pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Teluwakur, Jepara. Peraturan Kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah keturunan keluarga yang cerdas. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Kamis, 19 April 2012

Etika Kepemimpinan Dalam Berorganisasi


              Pada dasarnya jiwa kepemimpinan dimilki oleh setiap diri manusia (self leadership), setidaknya dirasakan manakala seseorang melewati suatu proses merencanakan dan menetapkan suatu keputusan guna merealisasikan tujuan hidupnya, namun dalam mengaktualisasikan kepemimpinan itu sendiri sering sekali manusia dihadapkan pada berbagai problematika hidup silih berganti, tidak sedikit persoalan muncul hanya disebabkan kesalahan dalam bertindak dan keliru mempersepsikan sesuatu, untuk menghindarinya menjadi penting faktor pengendali diri, salah satunya adalah dengan mempedomani nilai-nilai etika dan moralitas dalam kehidupan, jadi kepemimpinan dengan etika dan moralitas merupakan satu kesatuan yang sangat erat.
Pendahuluan : Dalam suatu organisasi akan ditemukan beberapa unsur yakni visi-misi, tujuan dan program kerja, struktur organisasi, kode etik organisasi, hubungan antarlini organisasi, individu-individu, kepemimpinan, dan dinamika organisasi. Keberhasilan organisasi mencapai tujuan organisasi sangat tergantung kepada pemimpin dan orang-orang yang berada di sekitar pemimpin. Seorang pemimpin yang sukses apabila ia mampu menggerakkan sejumlah orang dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk keperluan itu, seorang pemimpin hendaknya dapat menciptakan beberapa hal, yaitu :
1.      Atmosfer hubungan kerja yang nyaman,
2.      Motivasi maksimum,
3.      Kedisiplinan,
4.      Keteladanan,
5.      Berkemampuan (professional)
6.      Aspiratif (people focus)
7.      Berkomimen terhadap etika dan tujuan organisasi (performance)
8.      Berpikir sistemik dan selalu positive thinking
Sejalan dengan penjelasan di atas, organisasi kemahasiswaan juga memiliki karakteristik yang sama dengan organisasi pada umumnya. Hanya saja, organisasi kemahasiswaan mempunyai ciri-ciri suasana dinamika yang khusus yakni :
1.      Pencirian idealisme,
2.      Ketajaman berpikir,
3.      Pembelajaran interelasi sosial,
4.      Social responsibility yang tinggi,
5.      Hubungan emosional yang kuat,
6.      Transformasi personality,
7.      Ekspektasi cita-cita,
8.      Kecintaan terhadap institusi,
9.      Kerja sama tim.
Etika kepemimpinan dalam berorganisasi written by choky monday, 04 may 2009 12:21 oleh karena itu, organisasi mahasiswa membutuhkan kepemimpinan kolegial yang kuat dan utuh dalam mewujudkan tujuan bersama (common goals). Kepemimpinan organisasi mahasiswa memiliki 6 (enam) misi pokok, yakni :
1.      Menjembatani aspirasi mahasiswa terkait dengan kelancaran proses belajar mengajar,
2.      Mengembangkan dan men-servant program minat dan bakat mahasiswa,
3.      Mengembangkan karakter dan kapasitas diri mahasiswa
4.      Menciptakan suasana yang kondusif
5.      Kreatif, inovatif, dan produktif di kampus
6.      Memelihara sarana dan prasarana kampus
7.      Menjalankan peran serta dalam memecahkan persoalan masyarakat.
              Kepemimpinan mahasiswa yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu mewujudkan enam misi di atas. Kepemimpinan demikian tentu bukanlah kepemimpinan yang hanya sekedar melayani atau how to servant. Akan tetapi kepemimpinan yang diperlukan adalah kepemimpinan transformatif yang visioner terutama dalam menyikapi perubahan-perubahan yang terus terjadi. Kepemimpinan transformatif yang visioner selalu mengedepankan sejumlah ide atau gagasan konstruktif jauh ke depan. Jadi, perlu ada paradigm shift dalam kepemimpinan yang memfokuskan organisasi bagi peningkatan kualitas pelaku-pelaku organisasi dan individu-individu yang dipimpin.
              Pemimpin dalam kepemimpinan transformatif sangat mengetahui dan memahami potensi individu-individu di sekelilingnya dan terampil mengoptimalkan sumber daya organisasi yang tersedia. Bahkan, pemimpin transformatif visioner berpikir jauh ke depan melampaui individu-individu yang dipimpinnya. Oleh karena itu, optimalisasi potensi dan sumber daya organisasi yang dilakukan pemimpin transformatif selalu tepat dan terukur (measurement)keberhasilannya.
              Kepemimpinan organisasi mahasiswa membutuhkan pemimpin transformatif yang tidak saja handal dalam mengoptimalkan potensi yang dipimpinnya dan sumber daya organisasi yang tersedia, melainkan juga memiliki jiwa motivator yang baik saat yang lain dalam keadaan lemah. Pemimpin transformatif selalu mempedomani arah kebijakan (policy direction) yang telah ditetapkan organisasi. Dengan demikian ia mampu membawa individu-individu yang dipimpinnya ke tujuan bersama (common goals) yakni :
1.      Keberhasilan studi dengan tepat waktu dan nilai yang baik
2.      Kepercayaan diri dalam memasuki pasar kerja
3.      Kemampuan bagaimana menciptakan (how to creat) pekerjaan
4.      Karakter diri dan berkepribadian yang kuat serta bermoralitas tinggi
5.      Kebersamaan dalam setiap kegiatan organisasi
Pemimpin organisasi mahasiswa akan menjadi figur sentral dalam setiap denting suara denyut jantung organisasi. Dengan demikian, pemimpin organisasi mahasiswa dinilai sebagai inspirator yang diharapkan dapat membawa organisasi sebagai organisasi yang handal (credible), memiliki kecakapan (capable), diperhitungkan (computable), dan patuh (compliance) terhadap etika dan norma-norma kehidupan kampus.
Etika Kepemimpinan
Etika adalah perilaku berstandar normatif berupa nilai-nilai moral, norma-norma, dan hal-hal yang baik-baik. Etika difungsikan sebagai penuntun dalam bersikap dan bertindak menjalankan kehidupan menuju ke tingkat keadaan yang lebih baik. Pada dasarnya arti hakiki etika adalah determinasi pedoman untuk menjalankan apa-apa yang benar dan tidak melakukan apa-apa yang tidak benar. Dengan demikian menjalankan suatu kehidupan yang beretika diyakini akan membawa kehidupan pada suatu kondisi yang tidak menimbulkan efek negatif yang merugikan bagi kehidupan di sekitarnya.
Ditinjau dari segi evolusi, dimensi etika dapat menjadi faktor kunci keberhasilan suatu kepemimpinan. Dalam suatu organisasi, kepemimpinan yang dinilai baik apabila fungsi-fungsi kepemimpinan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip beretika. Kepemimpinan beretika akan membuat suasana hubungan kerja dalam organisasi lebih nyaman dan terhindar dari konflik vertikal maupun konflik horisontal. Sebab, pelaku-pelaku organisasi menyadari keberadaan pedoman dan penuntun berupa prinsip-prinsip etika yang membatasi gerak bersikap dan bertindak.


Adapun prinsip-prinsip etika berorganisasi adalah :
1.      Menjaga perasaan orang lain
2.      Memecahan masalah dengan rendah hati
3.      Menghindari pemaksaan kehendak tetapi menghargai pendapat orang lain
4.      Mengutamakan proses dialogis dalam memecahkan masalah
5.      Menanggapi suatu masalah dengan cepat
6.      Dan sesuai dengan keahlian (competence)
7.      Menyadari kesalahan dan berusaha untuk memperbaiki (improving value)
8.      Mengedepankan sikap jujur, disiplin, dan dapat dipercaya.
Upaya menerapkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinan bukanlah suatu hal yang mudah. Untuk kebutuhan itu diperlukan suatu kesamaan persepsi untuk apa organisasi dijalankan. Dalam arti diperlukan suatu komitmen para pelaku organisasi menyamakan langkah tindak untuk mewujudkan tujuan organisasi. Satu hal lain yang juga penting adalah pemberlakuan sanksi yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi proses pembelajaran atas kesalahan yang diperbuat pelaku organisasi. Sanksi dapat diberlakukan tanpa harus adanya diskriminasi. Oleh karena itu setiap organisasi hendaknya mempunyai ´kode etik organisasi´ yang berfungsi sebagai alat pengendalian atau pengawasan organisasi. Kode etik organisasi dan perencanaan strategis (renstra) organisasi dapat dijadikan sebagai pedoman oleh majelis pertimbangan organisasi mengawasi jalannya roda organisasi.
Kode etik organisasi disusun berdasarkan pertimbangan beberapa faktor :
1.      Peraturan dan ketentuan yang disepakati
2.      Sinergitas

3.      Persaingan yang sehat
4.      Competition is matter of spirit
5.      Not strength
6.      Tanggung jawab atau integritas
7.      Hubungan kerja
8.      Aspirasi.
Penutup

              Etika kepemimpinan dalam menjalankan kegiatan organisasi merupakan dimensi yang tidak terpisahkan dari kehidupan organisasi keseharian. Tanpa adanya etika kepemimpinan yang efektif dapat mengakibatkan keseimbangan organisasi terganggu. Etika kepemimpinan yang diterapkan oleh pengurus organisasi dalam menjalankan roda organisasi dapat menebarkan nilai tambah (value added) bagi peningkatan karakter diri terutama dalam kekokohan mental dan spiritual.
Etika kepemimpinan organisasi kemahasiswaan merupakan wahana proses pembentukan jiwa kepemimpinan di kampus, dan juga bagian dari proses pembelajaran menempa diri menjadi pemimpin handal di berbagai bidang kehidupan sosial kemasyarakatan.